Saturday, March 23, 2013

Air Kelapa



Air kelapa telah lama diketahui sebagai bahan yang kaya akan zat-zat aktif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Pada tahun 1941, van Overbeck menemukan bahwa air kelapa mengandung faktor-faktor esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan potongan embrio muda pada Datura siramonium. Air kelapa berpotensi menjadi sumber karbon karena karbohidrat di dalamnya terdiri dari gula yang hampir dari setengah bagian adalah sukrosa dan sisanya adalah glukosa, fruktosa dan manitol. Secara umum, air kelapa mengandung 4,7% total padatan, 2,6% gula, 0,55% protein, 0,74% lemak, serta 0,46% mineral. Beberapa jenis kelapa ada yang memiliki kadar gula sebesar 3% pada air kelapa tua dan 5,1% pada air kelapa muda (Astawan, 2007). Selain itu terdapat pula asam amino, asam organik, vitamin dan zat pengatur tumbuh (Abidin, 1985).
Morel (1974) dalam Junairiah dan Fatimah (2004) mengatakan bahwa hormon yang terkandung dalam air kelapa sebagai zat pengatur tumbuh adalah sitokinin 5,8 mgL-1, auksin 0,07 mgL-1 dan giberelin. Auksin membantu proses pembiakan vegetatif. Auksin adalah hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung batang, akar, dan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon tumbuhan atau sering disebut fitohormon merupakan sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun buatan, yang dalam kadar sangat kecil mampu menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis untuk mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan. Beberapa tipe auksin aktif dalam konsentrasi yang sangat rendah antara 0.01 sampai 10 mgL-1. Fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu proses pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan, membantu proses pembelahan sel, mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin. auksin menyebar luas dalam tubuh tanaman dari batang atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (floem) atau jaringan parenkim (Rismunandar, 1988). Auksin sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar dan sebagai bahan aktif sering yang digunakan dalam persiapan hortikultura komersial terutama untuk akar. Diperkirakan bahwa dalam air kelapa mengandung zeatin yang diketahui termasuk dalam kelompok sitokinin. Hormon sitokinin merupakan hormon turunan dari adenin yang berfungsi dalam hal pembelahan sel dan diferesiansi mitosis, disintesis pada ujung akar dan translokasi pada pembuluh xilem. Sitokinin terutama juga bekerja pada proses cytokinesis (proses pembelahan sel) pada berbagai organ tanaman. Konsentrasi sitokinin yang tertinggi di daerah meristematik dan daerah potensi pertumbuhan berkelanjutan seperti akar, daun muda, pengembangan buah-buahan, dan biji-bijian. Selama ini air kelapa banyak digunakan di laboratorium sebagai nutrisi tambahan di dalam media kultur jaringan. Sitokinin bersama dengan auksin memunyai peranan penting untuk mendorong terjadinya pembelahan sel dan diferensiasi jaringan tertentu dalam pembentukan tunas pucuk dan pertumbuhan akar. Giberelin merupakan hormon tumbuh alami pada tanaman yang bersifat sintesis dan berperan mempercepat perkecambahan (Abidin, 1985).
Tabel 1. Kandungan zat yang terdapat dalam air kelapa
Kandungan Air Kelapa 
mg.L-1
Asam Nikotinik  
0.64
Asam Pantotenik 
0.52
Biotin  
0.02
Riboflavin  
0.01
Asam Folik  
0.003
Thiamin  
Sedikit
Pyridoxin  
Sedikit
Auksin  
0.07
Giberelin  
*
1,3-Dipenilurea  
5.8
Sorbitol 
15.0
M-inositol
0.01
Scyllo-inositol 
0.05

mg.100g-1
Potassium/Kalium 
312.0
Klor  
183.0
Sodium 
105.0
Posfor 
37.0
Magnesium 
30.0
Sulfur  
24.0
Tembaga   
0.10
Copper 
0.04
Sumber: Yong,dkk, 2009

Lada



1.1     Tanaman Lada
2.1.1   Klasifikasi Tanaman Lada
Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditi ekspor potensial di Indonesia. Lada sangat penting dalam komponen masakan dunia dan dikenal luas sebagai komoditi perdagangan. Pada masa lampau harga lada sangat tinggi sehingga menjadi salah satu pemicu penjelajahan bangsa Eropa ke Asia Timur untuk menguasai perdagangan, dan merupakan bagian dari sejarah kolonisasi Afrika, Asia, dan Amerika (Sarpian, 2003).
Indonesia mulai mengembangkan usaha tani lada dalam skala besar dengan pusat produksi di daerah Lampung, Pulau Bangka, dan Belitung. Lada disebut sahang dalam bahasa Melayu Lokal seperti, bahasa Banjar, Melayu Belitung, Melayu Sambas, dan lain-lain.
Klasifikasi tanaman lada adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae (Plants)
Divison            : Spermatophyta (Seed plants)
Class                : Angiospermae
Subclass          : Monocotyledonae
Order               : Piperales
Family             : Piperaceae
Genus              : Piper
Species            : Piper Nigrum L.
2.1.2   Morfologi Tanaman Lada
Secara morfologi, tanaman lada dapat dideskripsikan sebagai berikut:
A.    Akar
Lada memiliki dua jenis akar, yaitu akar lekat dan akar utama. Akar lekat terletak pada buku batang orthotrop, berada di permukaan tanah dan berfungsi untuk melekatkan tubuh tanaman pada tajarnya. Akar utama terletak pada batang yang tertanam dalam tanah, memiliki akar cabang dan akar rambut yang berfungsi sebagai alat transportasi dan penyerapan zat-zat makanan dari dalam tanah (Sarpian, 2003).
B.     Batang
Batang lada memiliki dua jenis percabangan, yaitu cabang orthotrop dan plagiotrop. Cabang orthotrop tumbuh dari ketiak daun pada buku batang di atas permukaan tanah. Cabang orthotrop tumbuh mengarah ke atas, tidak memiliki bunga, dan ditumbuhi sedikit akar lekat. Cabang ini dapat dijadikan bibit, namun kelemahan dari bibit asal cabang orthotrop adalah pertumbuhan dahan yang menjadi tempat pertumbuhan malai bunga sulit terjadi dan buah yang dihasilkan kurang maksimal meskipun pemupukan cukup (Sarpian, 2003).
Cabang plagiotrop adalah cabang yang tumbuh pada cabang orthotrop, sehingga berjumlah banyak. Cabang plagiotrop tumbuh ke arah samping (lateral) dan dapat mengeluarkan malai bunga atau buah, sehingga disebut cabang-cabang buah (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
C.     Daun
         Tanaman lada termasuk pada tanaman berdaun tunggal, setiap buku ditumbuhi hanya sehelai daun. Daun berbentuk bulat telur dan meruncing pada bagian ujung. Permukaan atas daun berwarna hijau tua mengilap, sedangkan permukaan bawah berwarna hijau pucat dan buram. Daun tumbuh pada batang dan dahan berselingan dan berhadapan dengan malai bunga (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
2.1.3   Syarat Tumbuh Tanaman Lada          
Habitat tanaman lada adalah daerah yang beriklim tropis dengan kondisi yang datar dan curah hujan yang cukup sepanjang tahun. Tanaman lada tumbuh di daerah tropis dengan ketinggian di bawah 600 mdpl, curah hujan minimal 2.200 mm per tahun dan maksimal 5.000 mm per tahun, suhu udara berkisar 20o – 35o C, dan kelembaban udara antara 60%-93% (Sarpian, 1999).
Lahan budidaya lada bertekstur liat berdebu dengan kedalaman solum mencapai 50 cm, pH tanah berkisar antara 6-7 dengan drainase dan kelembaban tanah yang terjaga dengan baik. Drainase diperlukan untuk menghindari genangan yang mengakibatkan pembusukan akar terutama pada tanaman muda (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
2.1.4   Perbanyakan Bibit Tanaman Lada
Perbanyakan bibit tanaman lada dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu generatif dan vegetatif. Perkembangbiakan generatif adalah perbanyakan bibit dengan cara menumbuhkan buah/biji yang sudah masak hingga memiliki daun dan akar sehingga memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bibit. Namun, perbanyakan secara generatif ini jarang dilakukan oleh petani karena memerlukan ketelitian dan tahapan pembibitan yang lama dan rumit, waktu berbuah bibit asal biji lebih lama dibandingkan dengan bibit asal setek batang. Meskipun demikian, perkambengbiakan secara generatif diperlukan jika tanaman akan dikembangkan di lokasi yang belum pernah ditanami lada sebelumnya (Sugiatno, 2003).
Perkembangbiakan vegetatif adalah perbanyakan bibit melalui bagian tanaman itu sendiri, kecuali buah/biji. Pada tanaman lada, perkembangbiakan vegetatif dilakukan dengan setek batang, sambungan, maupun okulasi, namun cara yang biasa dilakukan oleh petani adalah setek batang. Penyetekan tidak dapat dilakukan pada sembarang pohon induk. Pohon induk harus dipilih menurut syarat-syarat tertentu, antara lain :
a.       Berumur antara 8-12 bulan
b.      Sehat (tidak terserang hama dan penyakit)
c.       Memiliki diameter batang berukuran 7-10 mm
d.               Sifat-sifat vegetatifnya telah diketahui, yaitu umur mulai berbuah pendek, produksi tinggi, dan berumur panjang.
Yudhono (2005) menuliskan bahwa bibit setek dari pohon induk yang berumur lebih dari 12 bulan tidak akan memberikan hasil yang baik karena pertumbuhan tunas baru lambat. Sebaliknya, bibit setek dari pohon induk yang berumur kurang dari 8 bulan akan mudah mati. Penyetekan harus dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada saat sinar matahari tertutup awan sekitar pukul 05.30-08.30 pagi hari atau pukul 16.00-18.00 sore hari.
Pemotongan pada bibit lada sengaja dilakukan dengan menyisakan minimal dua dahan pada bagian ujung batang agar proses fotosintesis tetap dapat berlangsung sehingga tumbuh tunas baru. Setelah pemotongan bibit harus segera ditanam, atau bila harus disimpan maka bibit harus disemaikan di tempat yang teduh dengan pangkal bibit ditutup dedaunan/seresah secara merata, kemudian dilakukan penyiraman sehari sekali. Sebagai indikator dalam penelitian ini digunakan tanaman lada dari varietas Natar 1 yang telah lazim dibudidayakan oleh masyarakat Lampung. Varietas Natar 1 memunyai beberapa sifat unggul yaitu, daya adaptasi terhadap cekaman air sedang, kelebihan air sedang, dan tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang (BPB) dan penggerek batang (Lophobaris piperis) (BPTP Lampung, 2010).